Sabtu, 19 Januari 2013

Melirik Wisata Islami di Aceh


Oleh: Siti Aminah
Ironis. Itulah kalimat pertama yang ada dalam benak saya. melewati banyak tempat pariwisata yang ada di berbagai belahan di wilayah Aceh. Tidak bisa dipungkiri, bahwa wisata adalah salah satu tempat rekreasi manusia untuk menenangkan hati bersama saudara, keluarga, dan kerabat lainnya. Wisata juga bisa dikatakan tempat pelarian orang-orang yang penat karena dipenuhi beban pekerjaan di rumah dan di kantor masing-masing. Tak asing, kalau  hari Sabtu dan Minggu, tempat wisata yang dianggap menarik akan dipenuhi oleh banyak manusia.
Sekilas melirik tempat-tempat wisata yang ada di Aceh, ada rasa damai dan panas tersirat dalam hati saya. Kedamaian bisa melihat panorama kawasan Aceh bagian Tengah dengan berbagai keunikan yang ada di sana. Suasana yang sejuk dan damai memberikan kesan tersendiri bagi setiap pengunjung yang akan berkunjung ke danau Laut tawar yang ada di Aceh Tengah tersebut.
Menjajaki kota tengah itu, tidak cukup dalam sehari saja. Biasanya, sambil menelusuri perjalanan pulang ke Kota Banda Aceh, terlihat beberapa tempat wisata yang banyak dilirik oleh semua orang. Tepatnya di kawasan Bener Meriah, yang simbolisnya masih dikatakan berhawa dingin itu hanya ada beberapa titik tempat pariwisata. Katakan saja permandian Air Panas yang ada di kota Simpang Balek. Biasanya, tempat pemandian air panas tersebut akan dipenuhi oleh pengunjung ke daerah Gayo pada malam hari. Mereka bisa menikmati bersama keluarga, terlepas dari kamar mandi untuk perempuan dan laki-laki. Artinya, masih ada penutupan secara langsung ketika menikmati air panas dari gunung berapi Redelong tersebut.
Ketika melewati lintas Takengon-Bireun, di samping jalan, Beberapa tumbuhan jamur olahan manusia tumbuh pesat dalam hutan tersebut. Rumah yang mirip jamur tersebut tersusun rapi dari setiap alur dan dataran tanah yang ada di kampung tersebut. Hanya saja, banyak orang yang berpasangan pergi ke kawasan tersebut. Selain harga parkir yang mencapai belasan ribu rupiah, ditambah tiket masuk, namun seseorang yang berpasangan tak memikirkan rasa rugi kehabisan uang di dompetnya. Kenapa tidak? mungkin ada faktor lain yang bisa menarik minat pengunjung.
Bila dijajaki secara historis, tidak dipungkiri juga, banyak wisata lain seperti di bagian Barat-Selatan, Pantai Timur,  Banda Aceh, yang mengalami kejadian yang sama. Meskipun, Aceh di kenal dengan kota yang bermotto “Welcome to Aceh, pariwisata Islami” hanya dijadikan sebagai simbol yang mengundang banyak pengunjung untuk merasakan bagaimana islami yang sesungguhnya.
Meskipun sebelumnya, Aceh sudah menargetkan menjadikan “Visit Banda Aceh Year” atau “ Visit Aceh Year  2013” belum ada yang mengarahkan, bagaimana sebenarnya wisata islami tersebut. Sehingga, banyak terjadi penyelewengan di berbagai tempat pariwisata yang ada di Aceh. “ Bandar Wisata Islami” apakah kalimat tersebut sudah benar-benar ada atau hanya fiktif belaka.
PR untuk Pemerintah Aceh
Aceh merupakan kota yang mempunyai aturan ketat. Sehingga dikenal dengan Nanggroe Seramoe Mekkah. Kota yang terkenal dengan nama Syari,at Islam, menjadi tawanan bagi negara- negara lain. “Hidup segan mati tak mau”  itulah yang ada di kota syari,at islam ini. Gelar Syari,at Islam hanya sebatas penjualan nama ke seluruh Negara yang ada dibelahan dunia, namun, dari segi  praktik culture, masih mencerminkan kebarat-baratan.
Sayang, bila Aset kota yang berlebel “Bandar Wisata Islami” yang disebutkan oleh Pemko Banda Aceh menjadi embel-embel penjualan nama saja. Contohnya saja, masih banyak tempat  tongrkrongan yang tidak mencerminkan kota ini sebagai kota yang “syari,at”.
Menurut  Misri A. Muchsin (Hadi, 2008), konsep kepariwisataan yang Islami di Aceh dipandang khas, karena menuntut adanya penyesuaian dengan konteks pelaksanaan syariat Islam. Konsep ini terkait dengan harapan agar daerah wisata di Aceh terbebas dari alkohol, judi, diskotik, zina, makanan dijamin halal, busana Islami, pemisahan laki-laki dan perempuan pada area sort dan fitness, tersedia mushalla di setiap lokasi wisata, pengelolaan wisata yang dibiayai dengan sistem syariat, atraksi Islami, membentuk masyarakat pariwisata Islami, pusat makanan dan restoran yang memiliki kepastian halal, kerajinan cendera mata yang Islami, dan sebagainya.
Dari itu, akan menjadi PR bagi pemerintah Aceh untuk bisa membenahi tatanan pariwisata yang ada di Aceh. Bukan hanya mengumbar-umbar  nama saja, melainkan ada tindak lajut bagi wisata-wisata yang terlihat Asing, agar bisa diskalakan dengan Prioritas syari,at Islam. Seingga, kekhawatiran akan penyelewengan segera dihapus dalam benak masyarakat terutama bagi “visit Aceh Year 2013” nantinya.


Tidak ada komentar: